Sebagai seseorang yang gemar mengeksplorasi berbagai tempat di dunia, Meksiko menjadi salah satu negara yang selalu ingin saya kunjungi. Film James Bond, Coco, serta sebuah restoran fine dining bernama Pujol menjadi pemantik dari perjalanan saya kali ini. Terlebih, saat itu sedang diadakan festival menarik yang hanya bisa ditemukan di Negeri Sombrero, yaitu Día de los Muertos, yang secara harfiah bermakna “hari kematian” (day of the dead).
Satu hal mengenai Meksiko, persiapan bepergian dari Indonesia menuju negara ini merupakan hal yang cukup tricky, bahkan untuk seorang avid traveler. Karena wilayahnya yang luas, perjalanan antarkota kebanyakan harus ditempuh dengan pesawat. Tantangan bertambah saat datang pada musim festival yang sangat dikenal, kamar hotel favorit di Meksiko habis dipesan, sehingga saya harus memesan hotel sembilan bulan sebelum hari keberangkatan. Hotel bagus mungkin masih tersedia, tetapi biasanya berada di luar area pusat kota yang jauh dari tempat festival berlangsung.
Tak hanya akomodasi, tidak ada rute pesawat langsung dari Indonesia menuju Meksiko membuat perjalanan terasa sangat lama dan melelahkan. Dari New York, saya dan suami terbang menuju Cancun, sebuah kota dengan suasana pesta yang sangat terasa. Meski dilanda sedikit jetlag, kami menyempatkan diri untuk menikmati kehidupan malam Cancun di Coco Bongo. Bar tiga lantai tersebut turut menawarkan pertunjukan akrobatik yang memukau dengan pencahayaan dan kostum yang tak main-main, menghibur, dan jenaka. Kami menikmati malam yang menakjubkan bersama banyak turis dan warga lokal dari berbagai demografi.
Selain menikmati nightlife di Cancun, kami juga mendatangi piramida peninggalan Suku Maya yang terkenal, yaitu Chichen Itza. Pada kunjungan ke tempat bersejarah seperti ini, kami menyewa pemandu untuk memberikan private tour. Lima menit dari Chichen Itza, terdapat obyek wisata lain yang sayang untuk dilewatkan, yaitu cenotes.
Dari Cancun, destinasi kota lain yang kami tuju untuk menikmati festival adalah Oaxaca. Sebetulnya ada satu kota lain di Meksiko yang menjadi asal-muasal dari festival Día de los Muertos, yaitu Kota Patzcuaro. Di sana, kita bisa menaiki kapal menuju pemakaman dan menyaksikan festival. Namun, infrastruktur di Patzcuaro sangat terbatas karena wilayahnya yang kecil. Untunglah saya memilih Oaxaca. Meskipun kecil, Oaxaca sangat representatif. Festival Día de los Muertos Oaxaca dimulai pada malam hari, tetapi kemeriahannya sudah terasa dari siang. Di sepanjang jalan terdapat banyak penyedia jasa face painting yang semakin ramai menuju sore hari. Gerbang-gerbang bangunan dihias dengan bunga dan tengkorak warna-warni, menambah semarak suasana. Pada saat festival, kami banyak berinteraksi dengan warga lokal sambil menari bersama.
Menonton film berlatar belakang Meksiko ternyata berbeda dengan pengalaman mengeksplorasinya secara langsung. Saya mengenal festival Día de los Muertos dari adegan di film James Bond yang tampak sangat seru dan meriah. Ketika berada langsung di Meksiko, saya menyadari bahwa setiap kota memiliki ciri khas festival yang berbeda. Ibu kota negara, Mexico City, tak ketinggalan merayakan kemeriahan Día de los Muertos. Festival di film James Bond kemungkinan besar berlatar di Mexico City karena kostum parade yang mewah dan beragam. Berbagai suku memeriahkan parade akbar dengan kostum masing-masing. Sementara itu, kostum yang digunakan warga pada festival di Oaxaca tidak semewah parade di Mexico City.
Namun, setelah merasakan keduanya, saya rasa Oaxaca-lah tempat yang paling tepat untuk melihat sisi paling otentik dari festival tersebut. Wisatawan dapat ikut berjalan menuju kuburan diiringi lantunan musik dari band Mariachi dan berbagai dekorasi, untuk kemudian merayakan Día de los Muertos di sana. Para warga meyakini bahwa pada perayaan Día de los Muertos, orang terkasih yang sudah meninggal memiliki kesempatan berada di tengah-tengah seharian kita. Itu sebabnya, banyak yang mendekorasi rumah, memasak makanan kesukaan mendiang, atau sekadar duduk-duduk di kuburan sampai pagi menjelang. Berbeda dengan perayaan halloween yang biasanya gloomy, Día de los Muertos di Meksiko diperingati dengan gembira, bahkan melalui gelaran festival di mana-mana.
Terlepas dari perayaan Día de los Muertos, yang tak boleh dilewatkan saat berada di Mexico City adalah perjalanan balon udara yang membawa penumpangnya melihat matahari terbit ketika berada di atas Piramida Teotihuacán. Cantik sekali! Masih di kota ini, kami mencoba menonton pertunjukan ala masyarakat setempat, Lucha Libre, yang lucu dan menghibur. Pertunjukan gulat tersebut sangat jenaka dan digemari semua orang.
Sebuah perjalanan liburan tentu tak lengkap tanpa pengalaman kuliner. Selama berlibur di Meksiko, saya sempat mengunjungi satu restoran yang berada di daftar 50 restoran terbaik dunia, Pujol, yang memang sudah ingin saya kunjungi sejak lama. Tak hanya menikmati fine dining, kami pun senang berbelanja street food maupun makan di restoran yang berada di pasar. Tentunya kami tak lupa mencoba ceviche, taco, dan nachos, tiga makanan favorit saya selama di Meksiko.
Selanjutnya, kota terakhir dalam kisah perjalanan saya di Meksiko bernama San Miguel de Allende. Berjarak 3,5 jam perjalanan dari Mexico City, saya dapat bersaksi betapa cantik dan tenangnya kota kecil ini. Sebuah kota penuh warna yang mencerahkan hati ketika menyusuri jalan-jalan kecil di dalamnya. Setelah berhari-hari menjalani padatnya jadwal mengeksplorasi kota, San Miguel de Allende menyajikan suasana lebih santai di mana kami banyak menikmati fasilitas hotel.
Dalam perjalanan kali ini, setelah melihat perspektif masyarakat Meksiko dalam menghadapi kematian orang terkasih, saya pun tersentuh. Kematian adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari di kehidupan manusia. Meski belum tentu benar, tapi keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat setempat mengenai pertemuan kembali dengan jiwa mereka yang sudah meninggal ketika Día de los Muertos, tentu memberi kekuatan yang luar biasa bagi mereka yang tengah berjuang untuk merelakan.
Meksiko merupakan negara yang melebihi ekspektasi saya sebagai seorang traveler. Ia punya segalanya yang dibutuhkan untuk memikat saya: peninggalan sejarah suku-sukunya yang luar biasa dan beragam, pesta-pesta yang menyenangkan, hingga lanskap alam yang mengesankan. Akhirnya, semua kesulitan perjalanan maupun persiapan yang panjang untuk bisa liburan dengan nyaman di Meksiko pun terbayar tuntas.
ditulis oleh Linda Tan.