Dibalik Sukses Museum MACAN

by Robb Report
0 comments

Fenessa Adikoesoemo adalah sosok penting dalam dunia seni Indonesia. Khususnya melalui Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) milik keluarganya yang membuka wadah bagi seniman untuk memamerkan karya.

Museum MACAN didirikan pada 2017 oleh ayah Fenessa, seorang kolektor seni ternama Haryanto Adikoesoemo. Predikat museum seni kontemporer pertama di Indonesia langsung tersemat ke museum yang letaknya tak jauh dari pintu tol Kebon Jeruk, Jakarta Barat tersebut. Salah satu pemerannya yang paling berkesan adalah Life Is the Heart of a Rainbow karya seniman Jepang Yayoi Kusama, yang menarik ribuan penonton. Keberhasilan Fenessa dalam mengelola Museum MACAN menjadikannya sosok yang terkenal dan berpengaruh di kancah seni rupa nasional.

Fenessa sendiri mengenyam pendidikan di University of Melbourne, Australia, dengan mengambil konsentrasi Sentuhan Bisnis Fenessa Adikoesoemo Mengelola Museum MACAN Fenessa Adikoesoemo ilmu bidang Pemasaran dan Manajemen. Kecintaannya pada seni diwarisi dari ayahnya, yang merupakan seorang kolektor sejak tahun 1980-an dan telah mengoleksi lebih dari 800 karya seni. Meskipun museumnya adalah bisnis keluarganya, Fenessa dalam hal ini tetap bersikap profesional dengan tetap turun tangan menangani pencairan dana untuk Yayasan Museum MACAN.

Fenessa sebelum menjadi CEO Museum MACAN memperoleh pengalaman berharga bekerja di perusahaan properti AKR Land Development pada 2014, dan kemudian memenangkan fellowship di Hirshhorn Museum, Washington, D.C. dan Solomon R Guggenheim Museum di New York. Pengalaman belajar dan bekerja di luar negeri memotivasinya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara besar di bidang seni. Sebagai pengakuan atas usahanya, Museum MACAN terdaftar sebagai salah satu dari “100 Tempat Terbesar di Dunia” versi majalah TIME pada 2018.

You may also like